Ads - After Header

Alasan di Balik Larangan Kredit Motor pada Masa Soeharto

Tri Agus Prasetyo

Kredit motor merupakan salah satu cara yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk membeli kendaraan bermotor dengan cara mencicil. Namun, tahukah Anda bahwa pada masa pemerintahan Soeharto, kredit motor pernah dilarang? Apa alasan di balik kebijakan tersebut dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat dan ekonomi Indonesia?

Latar Belakang

Keputusan untuk membatasi pembiayaan kendaraan bermotor pada era Soeharto diambil pada tahun 1974. Menteri Keuangan saat itu mengeluarkan aturan pembatasan kredit untuk mobil dan sepeda motor sebagai upaya untuk menyeimbangkan neraca pembayaran.

Neraca pembayaran adalah catatan transaksi keuangan antara suatu negara dengan negara lain dalam periode tertentu. Neraca pembayaran terdiri dari beberapa komponen, salah satunya adalah neraca berjalan yang mencakup transaksi barang, jasa, pendapatan, dan transfer unilateral.

Pada tahun 1974, Indonesia mengalami defisit neraca berjalan yang cukup besar, yaitu sekitar 1,5 miliar dolar AS. Defisit ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Penurunan harga minyak dunia akibat krisis minyak 1973 yang dipicu oleh perang Yom Kippur antara Israel dan negara-negara Arab. Minyak merupakan salah satu sumber devisa utama bagi Indonesia pada saat itu.
  • Peningkatan impor barang modal dan barang konsumsi, termasuk kendaraan bermotor, yang tidak diimbangi oleh peningkatan ekspor. Impor kendaraan bermotor meningkat tajam dari 40 juta dolar AS pada tahun 1970 menjadi 400 juta dolar AS pada tahun 1974.
  • Pembiayaan defisit neraca berjalan yang sebagian besar berasal dari pinjaman luar negeri, baik dari lembaga keuangan internasional maupun dari negara-negara donor. Pinjaman ini menimbulkan beban utang dan bunga yang harus dibayar oleh Indonesia di masa depan.
BACA JUGA  Motor Suzuki 70: Prestasi dan Inovasi yang Mengagumkan

Isi

Untuk mengatasi defisit neraca berjalan, pemerintah Orde Baru mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

  • Melakukan devaluasi mata uang rupiah terhadap dolar AS sebesar 33 persen pada tanggal 15 November 1978. Devaluasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar internasional dan mengurangi permintaan impor.
  • Menerapkan kebijakan stabilisasi makroekonomi yang meliputi pengendalian inflasi, penghematan anggaran, dan peningkatan tabungan domestik. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri dan meningkatkan investasi dalam negeri.
  • Membatasi pembiayaan kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor, dengan mewajibkan pembeli untuk membayar uang muka minimal 50 persen dari harga jual dan memberikan jangka waktu cicilan maksimal 12 bulan. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi impor kendaraan bermotor yang membebani neraca berjalan dan mengalihkan konsumsi masyarakat ke barang-barang produksi dalam negeri.

Dampak

Kebijakan pembatasan kredit motor pada masa Soeharto memiliki dampak yang beragam bagi masyarakat dan ekonomi Indonesia, antara lain:

  • Dampak positif:

    • Mendorong perkembangan industri otomotif dalam negeri, khususnya industri sepeda motor. Pada tahun 1976, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 1976 tentang Penanaman Modal Asing di Bidang Industri Sepeda Motor, yang memberikan insentif bagi perusahaan-perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Beberapa perusahaan asing yang masuk ke Indonesia antara lain adalah Honda, Yamaha, Suzuki, dan Kawasaki. Industri sepeda motor dalam negeri mampu memenuhi sebagian besar permintaan pasar domestik dan bahkan mengekspor produknya ke negara-negara lain.
    • Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi mereka yang bekerja di sektor industri otomotif dan terkait. Industri sepeda motor dalam negeri menciptakan lapangan kerja bagi ribuan pekerja, baik langsung maupun tidak langsung. Selain itu, industri sepeda motor juga memberikan kontribusi bagi pendapatan negara melalui pajak dan cukai.
    • Menurunkan defisit neraca berjalan dan meningkatkan cadangan devisa. Kebijakan pembatasan kredit motor berhasil menekan impor kendaraan bermotor dan meningkatkan ekspor sepeda motor. Hal ini berdampak positif bagi neraca berjalan dan cadangan devisa Indonesia. Pada tahun 1980, Indonesia mencatat surplus neraca berjalan sebesar 3,9 miliar dolar AS dan cadangan devisa sebesar 10,4 miliar dolar AS.
  • Dampak negatif:

    • Menimbulkan gejala sosial, seperti peningkatan kriminalitas dan korupsi. Kebijakan pembatasan kredit motor membuat sebagian masyarakat yang tidak mampu membeli sepeda motor secara tunai atau dengan uang muka besar menjadi frustrasi dan cemburu. Hal ini mendorong mereka untuk melakukan tindakan kriminal, seperti mencuri, merampok, atau menipu. Selain itu, kebijakan ini juga menimbulkan praktik korupsi di kalangan pejabat dan pegawai bank yang menyalahgunakan kewenangannya untuk memberikan kredit motor dengan syarat-syarat yang lebih ringan atau dengan imbalan tertentu.
    • Menghambat mobilitas dan produktivitas masyarakat, khususnya di daerah perkotaan. Kebijakan pembatasan kredit motor membuat sebagian masyarakat yang membutuhkan kendaraan bermotor untuk beraktivitas menjadi kesulitan. Hal ini mengganggu mobilitas dan produktivitas mereka, terutama di daerah perkotaan yang memiliki masalah kemacetan dan transportasi umum yang kurang memadai. Mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk menggunakan transportasi alternatif, seperti angkutan umum, taksi, atau ojek.
    • Menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi. Kebijakan pembatasan kredit motor membuat sepeda motor menjadi barang mewah yang hanya dapat dimiliki oleh golongan menengah ke atas. Hal ini menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi antara mereka yang memiliki sepeda motor dengan mereka yang tidak. Kesenjangan ini dapat menimbulkan perasaan iri, dengki, atau benci antara kelompok-kelompok masyarakat.
BACA JUGA  Mengapa Mobil Sultan di Surabaya Begitu Mahal?

Kesimpulan

Kebijakan pembatasan kredit motor pada masa Soeharto merupakan salah satu langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi defisit neraca berjalan yang terjadi pada tahun 1974. Kebijakan ini memiliki dampak yang beragam bagi masyarakat dan ekonomi Indonesia, baik positif maupun negatif. Kebijakan ini berhasil menurunkan impor kendaraan bermotor dan meningkatkan perkembangan industri sepeda motor dalam negeri, tetapi juga menimbulkan gejala sosial, menghambat mobilitas dan produktivitas masyarakat, dan menyebabkan ketimpangan sosial dan ekonomi. Kebijakan ini berlaku hingga tahun 1983, ketika pemerintah mulai melonggarkan aturan kredit motor seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi Indonesia.

Also Read

Bagikan:

Avatar photo

Tri Agus Prasetyo

Tri Agus Prasetyo adalah seorang pehobi sepeda dan pecinta dunia otomotif yang memiliki perpaduan gaya unik. Melalui blognya, Tri berbagi inspirasi tentang gaya bersepdeda yang cocok untuk dikombinasikan dengan sepeda motor. Ia memberikan tips tentang cara tampil trendi dan tetap nyaman saat berkendara. Tri juga suka berbagi informasi tentang aksesori sepeda motor yang modis dan fungsional. Dengan kombinasi antara gaya dan kepraktisan, bahwa Triingin membantu pembaca mengekspresikan diri melalui gaya berkendara mereka.

Tags

Leave a Comment

Ads - Before Footer